Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Demi Merapatkan Shaf Umat Hari Ini, Apakah Asy'ari Dapat Menjadi Solusi?

Apakah Asy'ari Dapat Menjadi Solusi?

Oleh Muhammad Zulfa

Lama sudah nama Asy'airi atau mazhab Asy'ari sering terdengar, baik di tulisan maupun dalam seminar. Meski memang kali ini terdengar lebih nyaring. Suara itu disambut dengan positif, meski ada juga negatif. Melihat semaraknya sorakan dan tango yang menyuarakan Asyai'rah ini, seolah-olah Asya'irah lah satu satunya solusi untuk mengobati penyakit umat dalam masalah aqidah. 

Saya rasa semua kita menyadari bahwa umat ini sedang mengidap penyakit dalam dan luar. Sialnya, penyakit ini sudah memasuki stadium kritis. 

Kita bisa melihat dengan seksama penyakit dalam umat Islam sekarang yaitu alergi dengan kemajuan, sensitif dengan dunia pemikiran. Lebih umumnya, alergi dengan dunia akal. Seakan-akan sudah terdoktrin baik dalam akal sementara umat bahwa sebagian teks agama yang tertuang dalam Al-Qur'an dan hadist bertentangan dengan akal. Saat itu anda harus mengutamakan agama (pemahaman sebagian teks Al-Quran dan Hadits yang bertentangan dengan akal dalam ruang akidah). Yah, kenapa begitu? karena akal itu terbatas.

Sudah duluan terkonsep dalam mindsetnya bahwa jika agama bertentangan dengan akal, maka agama harus didahulukan. Nah, penyakit ini memunculkan pemahaman bahwa agama bertentangan dengan akal sehingga menimbulkan ekstrimisme dalam cara beragama dan mereka melihat dengan ujung mata bagi yang berlogika dalam agama.

Lebih parahnya, efek dari cara beragama seperti ini menyebabkan banyak pemuda-pemuda islam menjadi ateis. Karena kebanyakan pemuda modern sekarang tertarik dengan dunia pemikiran dan terbuka dengan wawasan dunia. Maka saat bersamaan, pemuda Islam memandang agama Islam seperti pandangan pemuda Eropa dulu dalam memandang agama sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan akal, agama hanya sekedar doktrin nir-ilmiah.

Namun, di samping itu, kita juga melihat sebagian umat Islam yang menjadikan akal adalah segalanya. Jika agama bertentangan dengan akal, maka agama ditarik paksa sesuai dengan akal (maksud akal di sini adalah akal non-aksioma).

Mereka tidak canggung mengendalikan agama sesuai hawa nafsunya, mengubah misi agama dari yang harus diikuti menjadi pengikut. Kedua macam hal ini adalah penyakit dalam yang diderita oleh umat Islam. 

Adapun penyakit luarnya adalah hantaman bertubi-tubi yang diarahkan dari berbagai macam filsafat seperti materialisme, idealisme, dll (tidak semuanya). Berbagai aliran filsafat mengalir cepat dalam pikiran-pikiran umat Islam. Ada yang mengimaninya secara mutlak, karena bagi mereka filsafat lah segala-segalanya dan ada juga yang menutup rapat mata akal untuk berdialog langsung dengan aliran filsafat itu.

Ini rangkuman penyakit, terus apa solusinya yang tepat?

Jawabannya adalah Asya'irah. Etapi, jangan dulu percaya!

Coba kita tengok kembali sejarah, pertikaian umat yang dimulai pada abad pertama hingga pertengahan abad ketiga dipenuhi dengan warna yang persis dengan sekarang. Dulu kita mengenal Mu'tazilah yang terkenal berlebihan dalam mendewakan akal sehingga tidak sedikit menggores hati tokoh-tokoh umat islam saat itu seperti Imam Ahmad (saya tidak menerjemahkan Mu'tazilah dengan Liberal versi dulu, karena mu'tazilah sangat berbeda dengan pemahaman Liberal sekarang, mu'tazilah adalah kelompok ahli ibadah, tujuan mereka membela agama, mereka lah saf pertama yang menghadapi Atheisme saat itu, Agnostik, Nasrani, juga Yahudi).

Di detik yang sama lahir juga kelompok Hasyawiyah atau literalis. Jika mu'tazilah mereng ke kiri, maka kelompok ini mereng ke kanan dalam memahami teks, sehingga Tuhan bagi mereka punya tempat seperti benda lainya dan pemahaman-pemahaman yang keliru lainya.

Di tambah lagi Atheisme, Agnostik dan pengaruh agama lainya yang membahayakan penyakit yang diderita umat islam saat itu, sehingga sejarawan mencatat bahwa abad itu adalah abad di mana timbulnya beragam kelompok dalam Islam dan memuncaknya kekacauan.

Di lingkungan inilah Asy'airi lahir, di udara ini Asy'ari hidup, sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa kekacauan itulah sebab Imam Asy'airi berpaling hati dari Mu'tazilah. Imam Asy'airi lah yang mendamaikan dua kelompok kiri dan kanan saat itu. Beliau mengombinasikan dan mendamaikan akal dan naqal, tidak ada pertentangan antara keduanya, keduanya selalu searah dan sejalan. Dari beliau juga penyakit luar umat saat itu sembuh, seperti atheisme, agnostik, dll.

Maka jangan heran, saf ulama yang tadinya  berjauhan, karenanya mereka bersatu kembali. Semua mazhab fikh berbondong-bondong membelanya dan menisbahkan diri mereka sebagai golongan Asya'irah. Ilmuan Islam baik dalam ranah Fikih, Hadist, Tafsir, Logah, sejarah dan Akliyah ikut merapatkan saf di belakang Imam Asy'ary. Hingga Sawadul A'dham saat itu adalah Asy'ari. Jarang kita temukan ilmuan islam mulai abad keempat yang tidak berstatus Asy'ari atau Maturidy, baik di timur atau di barat. Ini sejarahnya, lho.

Lebih dari itu, Asy'ari mampu menghadapi tantangan zaman. Di era Imam Baqilani beliau memberantas tokoh kiri, sering berdialog dengan tokoh agama luar islam, banyak muridnya yang beliau utus ke berbagai daerah.Di era selanjutnya, Imam Haramain dan al-Gazali mampu membuka kelemahan filsafat, agnostik (khususnya ilahiyat dan sedikit pembahasan tabi'iyat) bisa kita cek dari karyanya.

Kemudian dilanjutkan oleh imam Ar-Razi yang memadukan ilmu kalam dengan filsafat karena tuntutan saat itu mengharuskan perkawinan dua ilmu itu. Madrasah ar-Razi sangat berkembang di abad 6 hingga 8, kemudian diteruskan oleh imam as-Sanusi dan madrasahnya hingga sekarang.

Itulah sekelumit rahasia bahwa penyakit umat sekarang baik luar dan dalam solusinya hanyalah Asya'irah.

Penukilan: Serambi Salaf

Posting Komentar untuk "Demi Merapatkan Shaf Umat Hari Ini, Apakah Asy'ari Dapat Menjadi Solusi?"