Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tips Memilih Pijakan Belajar Ilmu Agama

Tips Memilih Pijakan Belajar Ilmu Agama

Oleh Fauzan Inzaghi

Logika simpelnya, seiring dengan majunya teknologi, perkembangan media dan teknologi untuk mendapatkan informasi, maka seharusnya semakin mudah mendakwahkan ajaran islam. Namun, keadaan di lapangan berbeda total dengan logika di atas. Karena semakin banyak media informasi kian banyak maklumat yang diberi, terlebih dengan ide yang berbeda. Akibatnya orang makin bingung untuk mengetahui dan menyaring informasi yang benar mengenai islam.

Makanya sekarang, terlebih di era medsos, kita melihat makin banyak ajaran aneh, mengatasnamakan islam, mulai yang ekstrim kiri sampai ekstrim kanan, dari timur ke barat, selatan ke utara, tak juga aku temukan, dari musim duren sampai musim rambutan, tak kunjung aku dapatkan, oh tuhan inikah cobaan, bapak, ibu-ibu bapak-bapak  siapa yang punya anak, bilang aku, aku yang tengah malu, sama teman-temanku, karena cuma diriku yang tak laku-laku. Maaf, salah fokus, ini karena terlalu banyak informasi dan masalah, jadinya salfok ke masalah cari jodoh. Haha

Nah, kembali ke pembahasan awal tadi, di tengah kebingungan seperti ini muncul sebuah pertanyaan penting mengenai "bagaimana aku tidak salah mengambil referensi dalam memahami agamaku, di tengah banyaknya pengakuan 'hanya yang aku katakanlah yang benar'.

Ada dua cara ; pertama, panjang ilmiah. Walau sangat efektif, tetapi cara ini jalan memutar yang membutuhkan waktu lama dan engga semua orang punya waktu luang untuk itu, karena masing-masing kita punya spesialisasi dan peran khusus dalam kehidupan, agar sunnatullah tetap berjalan.

Kedua, mengikuti spesialis. Berhubung engga semua orang ingin sehat dan berobat maka kita butuh dokter yang punya ahli bidang pengobatan. Begitu juga, engga semua orang harus bertani. Jadi, harus ada orang lain yang perannya spesialis dalam bertani. Pun demikian halnya dengan spesialis narik becak, spesialis jual barang online, spesialis menghibur melalui sepakbola, spesialis mengajar, spesialis bidang fisika, komputer, biologi, dll. Dengan itu kita bisa saling mengisi dalam kehidupan sehingga sunnatullah dalam kehidupan tetap akan berjalan, asal jangan spesialis nikung teman aja hahaha. 

Tak terkecuali dalam ilmu agama, jika kita tidak mampu berjalan sendiri maka kita perlu mengambilnya dari spesialis yang menghabiskan waktunya dalam belajar agama, sehingga menjadi ahli yang kompeten ketika berbicara masalah agama.

Masalahnya, agama ini perkara akhirat (walau ada hubungan dengan dunia). Kesannya, kita tidak bisa merasakan langsung keahliannya. Kita akan mudah takjub pada siapa saja yang berbicara indah dalam bidang ini. Beda dengan tukang becak, kita bisa merasakan langsung kenyamanan perjalanan tarikan becaknya. Begitu juga dengan 'pilot' bagian atas yang ahli manjat pohon kelapa, kita segera bisa melihat langsung ketangkasan dan kecepatannya dalam menghidangkan kelapa muda untuk kita. Tapi agama ini soal akhirat, kebanyakan kita baru melihat hasilnya setelah proses panjang, baik di dunia atau akhirat. 

Lantas, bagaimana caranya? Sebenarnya engga jauh dari dokter, kita bisa merasakan hasilnya dalam tempo jangka pendek dan jangka panjang. Namun, ada satu hal yang membuat kita yakin saat berobat pada dokter, walaupun baru pertama kali berjumpa dengannya, yaitu izin buka praktek yang telah dirokomendasikan oleh IDI. Di mana di dalamnya diisi oleh para ahli yang telah dipercaya oleh para dokter terpercaya sebelumnya, dan mereka juga direkom para ahli sebelumnya, dst.

Begitu pula halnya dengan ahli ilmu agama. Kita harus mengambilnya dari para ahli terdahulu, sebagaimana mereka juga mengambilnya dari ahli sebelum mereka. Kesinambungan ini bertali hingga pada ahli sebenarnya, yang paling mengetahui tentang ajaran islam, itulah nabiyullah Muhammad saw. Inilah yang dikatakan sanad keilmuan dalam term ulama islam. 

Kalau begitu, pertanyaan selanjutnya, apakah nabi Muhammad saw pernah merekomendasi orang setelahnya dengan mengatakan "Kalian yang mau belajar islam, belajarlah pada mereka yang telah memahami islam sesuai dengan yang telah aku ajarkan". Jawabannya, ya, tentu saja nabi pernah melakukan itu dan merekomendasikan beberapa muridnya yaitu para sahabat agar dijadikan rujukan belajar islam sepeninggalnya kelak.

Sebagai contoh, beliau mengatakan bahwa Sayidina Umar adalah orang yang sering mendapatkan ilham yang benar dari sekalian orang lain dari umat ini. Beliau juga mengatakan Sayidina Ali sebagai pintu dari kota ilmu. Begitu juga Sidi Zaid yang disebut sebagai seorang yang paling paham faraidh, juga Sidi Mu'adz yang disebut sebagai orang paling paham ilmu halal dan haram, atau Sidi Huzaifah sebagai pemegang rahasia, dst. Selain itu, nabi juga mengutus mereka untuk mengajarkan islam. Tanpa kepercayaan itu nabi engga mungkin mengutus mereka untuk mengajarkan ilmu tentang islam. Itu adalah rekomendasi atau tazkiyah, agar umat boleh percaya pada mereka karena nabi telah mempercayai kematangan ilmu mereka.

Begitu juga dengan para sahabat ini, mereka mewariskan ilmu kepada para muridnya, sehingga beberapa murid terpilih direkom untuk dijadikan rujukan dalam mengambil ilmu beragama setelah mereka. Karena mereka tahu bahwa penerus yang telah ditazkiyah itu ilmunya sudah matang dan terpercaya. Misalnya, untuk generasi selanjutnya dari kalangan sahabat yang muda terkenal 'Abadillah yang empat atau murid mereka dari generasi Tabiin, seperti 7 Fukaha madinah. Nah, selanjutnya mereka melakukan hal yang sama pada generasi selanjutnya sampai pada generasi kita. Nah, tazkiyah itu semua tercatat dalam silsilah yang dinamakan sanad keilmuan.

Jadi, ambillah ilmu agama dari guru yang bersanad. Siapa mereka? Itulah orang-orang ahli atau spesialis dalam ilmu agama. Mereka jugalah orang yang ilmunya dapat dipercaya dan direkomendasi oleh orang-orang yang telah dipercaya ilmunya oleh rasulullah saw atau orang yang dipercaya keilmuannya oleh Rasulullah saw. Jadi ambillah ilmu dari mereka yang bersanad, tinggal kemudian kita pastikan bahwa apa benar ijazah itu tidak palsu. Sebagaimana ijazah spesialis lainnya harus dicek di kampus yang mengeluarkan ijazah itu. Rekomendasi atau sanad keilmuan itu bisa dicek langsung pada gurunya atau pada teman-teman sebaya atau seniornya, agar kita tahu bahwa orang yang akan kita jadikan rujukan itu beneran dapat sanad dari gurunya, bukan sekedar ngaku-ngaku, tapi dari mulazamah panjang. 

Tentu dengan syarat-syarat detail, ijazah riwayah untuk riwayah dan dirayah untuk dirayah. inilah yang membuat kita yang non-spesialis ini merasa aman belajar agama dari mereka di zaman bom informasi ini. Jika saja seluruh media menayangkan ajaran islam dari orang yang engga ada sanad ini, maka tak perlu menjadikannya rujukan, karena dia bukan spesialis dalam menyampaikan hukum islam. Masa bodoh sepopuler apapun dia atau sepintar apapun dia menjelaskan ajaran islam, bahkan jika kita senang dengan apa yang dia sampaikan, karena keilmiyahannya diragukan.

Penukilan: Serambi Salaf

Posting Komentar untuk "Tips Memilih Pijakan Belajar Ilmu Agama"