Manhaj Tengah
Sebaik-baik perkara adalah pertengahan. Kita dituntun dan digugu oleh Nabi untuk bersikap adil dalam gerak-gerik, tindak-tanduk, dan tingkah laku bahkan sejak dalam alam pikir. Beragama dengan adil dan berada di tengah adalah dengan ikut generasi para salaf saleh dalam iman, islam, dan ihsan. Beriman dengan akidah mereka, berislam dengan cara mereka. Handai tolan sekalian tentu sudah tahu manhaj paling tengah dalam akidah dari tulisan-tulisan lain di Serambi Salaf. Ya, berakidah dengan cara yang diajarkan para sahabat, tabiin, pengikut para tabiin, dan akhirnya dibungkus oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan penerusnya. Berihsan dengan suluknya para salaf pun tak pelak adalah jalan paling tengah, tunggu saja syarahannya di Serambi kalau tak mau bersusah masuk ke dalam.
Dalam berislam kita mesti sadar dengan betapa adilnya manhaj salaf, khususnya dalam bingkai mazhab empat yang sudah teruji dari segala sisi. Kesadaran ini penting agar kita tidak gampang terpesona dengan dengungan dakwah kiri-kanan yang udah macam penjual ikan di pasar inpres. Manhaj salaf dalam bersyariah yang diajarkan para ulama dari dulu ini berada di antara dua kubu yang lucunya mendakwa-diri salafi. Satunya mengobral dalil sekehendak hati kepada awam dan mengharamkan taklid kepada mazhab salaf sembari membikin mazhab baru dengan dalih ngikut kebenaran. Satu lagi dengan tanpa malu berlagak istinbat hukum di luar kaidah-kaidah mazhab yang muktabar dengan dalih penafsiran para pendahulu kaku lah, tak senafas dengan zaman lah, dan belakangan banyak dengan alasan ikut maslahah. Hah….
Mengambil syariah dari ulama mazhab empat, via lisan atau tulisan, adalah jalan paling tengah – kalau enggan mengatakan jalan satu-satunya – yang bisa kita tempuh di zaman ini. Pertama, karena hasil ijtihad dalam berbagai level di mazhab-mazhab muktabar ini sudah terbukti berada di tengah sejak dulu antara kubu tekstualis dan kontekstualis garis keras atau dalam porsi penggunaan akal dalam istinbat dari naql. Belum lagi penerapan mazhab empat di pelbagai belahan bumi sejak masa salaf saleh telah terbukti keberterimaannya. Mazhab-mazhab ini diamini, dikaji, diuji, diterapkan dalam kehidupan umat dari dulu hingga hari ini.
Kedua, jalur istinbat setiap mazhab empat ini jelas, kaidah-kaidahnya sudah matang, simpulan hukumnya berlandaskan dalil dan istidlal yang mantap, tafri’aat i.e turunan hukumnya sudah melalui berbagai tes dan bantahan, dan hasil akhirnya sudah ditulis di kitab-kitab tipis, sedang, dan tebal. Bagi pelajar fikih tingkat lanjut bahkan bisa bertaklid metode-metode istinbat setiap mazhab dengan adanya kodifikasi yang paripurna. Kita tinggal pilih mau masuk dari mana. Yang aman, sih, masuk dari Serambi kemudian pelan-pelan menapaki pintu depan. Haha.. Datangi ulama yang jelas sanad dan guru-gurunya, pelajari fikih mazhab pilihan dari tingkat paling dasar hingga level paling canggih.
Terakhir, tapi yang utama, karena firman Tuhan, “Dan begitulah kami jadikan kalian sebagai umat yang adil.” Nash-nya adalah pujian kepada umat ini, isyarah-nya bahwa Quran sebagai sumber primer syariah adalah kitab suci paling adil. Dari Quran kita tahu bahwa sunah Rasul adalah sumber teradil kedua dan sebaik-baik petunjuk. Keduanya bersanding dengan harmonis menjadi hulu berbagai pendapat dalam empat mazhab itu. Tidak ada satu hukum, pun, dalam perkara furu’iyah dalam mazhab empat kecuali pasti bersandar kepada Quran, sunah, ijmak, dan kias. Dua yang terakhir, pun, pada akhirnya masih bergantung kepada Quran dan sunah. Ada yang dipahami langsung, ada pula hukum yang diambil dari cabang yang bersambung dengan ayat atau hadis. Jauh atau dekat, yang namanya cabang mana ada yang keluar dari bukan pokok pohonnya. Tenang saja, semua hukum yang ditulis para fukaha mazhab empat bukan pendapat mereka semata. Ada dalilnya. Ketakutan mereka kepada Tuhan lebih dari cukup untuk mencegah mereka untuk tahakkum, yakni berpendapat dalam agama tanpa dalil.
Mungkin karena kemudahan menyebar dan menerima informasi, makin ke sini kita makin sering mendengar tuduhan tak berakhlak dari kawan-kawan yang baru kenal agama – atau udah lama kenalnya, tapi bebal minta ampun – bahwa bertaklid dengan mazhab empat artinya berpaling dari dalil dan menelan mentah-mentah pendapat para ulama, udah pada mati pula. Aih, kurang jauh mainnya itu. Kita, sebagai awam, jadi salah tingkah jadinya. Percaya ulama salaf, dikatain taklid buta, "berpaling dari perkataan Nabi yang maksum kepada manusia-manusia yang tidak maksum," kata orang-orangan ini. Lha? Terus kalau kita percaya mereka bukannya itu juga ikut perkatan manusia yang tidak maksum? Andaipun para ulama mazhab yang muktabar ini berpendapat semata dari pikiran mereka, tanpa dalil sama sekali, sungguh mengikuti mereka lebih aman bagi awam ketimbang membebek kepada para pembaharu kaleng-kaleng itu. Tapi, ya, “andai”.
Handai tolan yang budiman, akhir kalam cukup di sini dulu. Lain kali kita bahas lebih dalam sisi ifrit dua kubu yang disinggung di atas. Salam.
Ditulis oleh Syakier Anwar
Penukilan: Serambi Salaf
Posting Komentar untuk "Manhaj Tengah"