Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Harapan Sebagai Dorongan Dan Motivasi Dalam Beribadah Serta Taat Kepada Allah

Harapan Sebagai Dorongan Dan Motivasi Seorang Hamba Dalam Beribadah Serta Taat Kepada Allah

Penukilan - Sebelumnya kita sudah membaca dan mencoba memahami mengenai Rasa takut sebagai dorongan dan motivasi seorang hamba dalam beribadah serta taat kepada Allah, melanjutkan artikel tersebut yakni poin kedua yang disebutkan  Imam Al-Ghazali dalam karya-nya Minhajul Abidin yaitu Harapan sebagai dorongan dan motivasi dalam beribadah serta taat kepada Allah SWT. 

Harapan (Raja') Dorongan Dan Motivasi Dalam Beribadah Kepada Allah

Harapan ini amat diperlukan karena dua alasan.

Pertama, untuk mendorong hati agar taat dan beribadah kepada Allah. Sebab, yang namanya perbuatan baik itu berat untuk dilakukan, dan setan selalu mencegah kita dari melakukannya. Sedangkan hawa nafsu senantiasa mengajak kepada kebalikannya. Orang-orang yang lalai suka memperturutkan hawa nafsu  dan mendukungnya. Apalagi pahala yang dicari melalui ketaatan tidak terlihat oleh mata, dan baru dirasakan setelah waktu yang sangat lama (di akhirat).

Demikianlah, nafsu itu tidak akan terdorong pada kebaikan, dan sama sekali tidak berniat melakukannya. Maka, diperlukan kekuatan lain untuk menetralisir kekuatan nafsu itu. Dan kekuatan yang mendorong manusia untuk berbuat baik itu harus lebih kuat dari kekuatan yang mendorong berbuat dosa dan maksiat. Kekuatan tersebut adalah harapan (raja’) yang kuat kepada rahmat Allah Ta’ala dan pahala-Nya yang tidak terbatas. 

Guru kami mengatakan, 
“Kesedihan dapat menghilangkan nafsu terhadap makanan, rasa takut menghalangi dari berbuat dosa, harapan itu memperkuat seorang hamba untuk beribadah dan taat kepada-Nya, sedang mengingat mati akan melenyapkan keinginan terhadap sesuatu yang tidak berguna.”
Kedua, agar lebih mudah bagimu untuk bertahan dalam menghadapi kesusahan dan kesulitan. Orang yang ‘mengetahui tujuan hidupnya, tentu akan merasa ringan ‘menjalani kehidupannya. Ia akan rela berkorban untuk bisa ‘mencapai tujuan yang dicita-citakan, dan tahan menghadapi kesulitan yang menghadang, tidak peduli dengan beban yang ada. Dan siapa saja yang mencintai seseorang, maka ia akan senang menghadapi cobaan yang datang dari orang yang dicintainya, Bahkan tak jarang cobaan terasa nikmatnya di hatinya. 

Tidakkah engkau melihat para pemburu madu yang tidak peduli dengan bahaya sengatan lebah? Sebab, ia termotivasi untuk ingat pada manisnya madu yang bakal didapatnya. Begitu pula dengan buruh yang tidak peduli menaiki tangga yang tinggi dengan membawa beban berat sepanjang siang di musim panas yang panjang, karena ia tahu akan memperoleh uang dua dirham di sore harinya. Juga seorang petani yang tidak memikirkan kerasnya panas dan terpaan udara dingin, yang bekerja berat sepanjang tahun, karena ia ingat masa panen dan hasil yang bakal dipetik (dituai). 

Demikian pula, wahai saudaraku, dengan para ahli ibadah, yaitu mereka yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya. Manakala mereka mengingat surga dan berbagai macam kenikmatan yang ada di dalamnya, termasuk bidadari- bidadarinya yang amat cantik, istana-istananya yang sangat megah, makanan dan minumannya yang amat lezat, perhiasan dan kain-kain sutranya yang mempesona, dan seluruh yang dijanjikan oleh Allah Ta'ala bagi penghuninya, maka tak terasalah kelelahan dalam beribadah. Ia bahkan rela tak merasakan kenikmatan dunia.

Menurut sebuah kisah, murid-murid ulama besar Sufyan ats-Tsauri merasa prihatin dan khawatir dengan keadaan ats-Tsauri berpakaian lusuh dan tubuhnya kurang terawat akibat keras beribadah. Mereka lalu membujuk ats-Tsauri, “Wahai Ustadz, sekiranya engkau kurangi sedikit kesungguhanmu ini, maka engkau tetap akan mendapatkan apa yang engkau inginkan, insya Allah.” 

Tapi Sufyan mengatakan, “Bagaimana aku tidak akan bersungguh-sungguh, sedangkan telah sampai kabar kepadaku bahwa penghuni surga itu ketika berada di rumah rumah mereka, kemudian datang cahaya kepada mereka yang menerangi seluruh surga yang delapan tingkat itu, sampai sampai mereka mengira bahwa itu adalah cahaya dari Allah Ta’ala, hingga mereka tersungkur bersujud. sebab cahaya itu bukan pantulan dari Allah tapi cahaya dari seorang bidadari yang tersenyum di hadapan wajah suaminya (hamba yang ahli surga).” 

Sufyan ats-Tsauri lalu melantunkan bait syair berikut ini: 
“Tiada rasa berat dan derita bagi orang yang inginkan Firdaus. Engkau lihat ia berjalan dengan duka, takut dan gemetar menuju masjid. Ia berjalan dalam kepapaan. Wahai nafsu, engkau tidak akan kuat dengan neraka yang apinya menyambar. Telah datang saatnya engkau menghadap (kepada-Nya), setelah lama membelakangi.”
Demikianlah penjelasan yang diuraikan dalam kitab Minhajul Abidin yang sudah diterjemahkan kepada bahasa yang lebih mudah dipahami. Semoga apa telah dijelaskan dapat mengambil manfaat terutama kepada yang menukilkan dalam blog ini dan pembaca sekalian. Tentu dalam penguraian ini dapat dijelaskan lebih panjang lebar oleh ulama yang mengajarkannya dan lebih mantap dalam pengamalan. Pada artikel berikutnya akan dibahas mengenai Awal datangnya rasa takut dan harapan serta rasa takut dan harapan merupakan jalan tengah yang menyelamatkan.

Penukilan:
Imam Al-Ghazali. (2013). Minhajul Abidin: Jalan Para Ahli Ibadah. Diterjemahkan oleh: Abu Hammas as-Sasuky. Jakarta: Khatulistiwa Press

Posting Komentar untuk "Harapan Sebagai Dorongan Dan Motivasi Dalam Beribadah Serta Taat Kepada Allah"