Kehendak Schopenhauer dan Kebahagiaan
Kehendak Schopenhauer dan Kebahagiaan |
Bagi Arthur Schopenhauer, kehendak buta dan ketidaksadaran yang menentukan manusia, dunia dan sejarahnya. Baginya, akal budi manusia dikuasai oleh kehendak. Kehendak ibarat orang kuat yang buta mengangkat orang lumpuh yang dapat melihat. Manusia, dunia dan sejarah digerakkan oleh kehendak buta yang irasional tersebut.
Hidup manusia mengalami penderitaan karena kehendak yang menuntut untuk dipuaskan tak kunjung mendapat apa yang ia inginkan. Dan kehendak tidak punya tujuan akhir, ia senantiasa menghendaki. Akibatnya selalu ada penderitaan.
Pemuasan satu keinginan menuntutnya untuk minta dipuaskan pada keinginan yang lain. Hal tersebut terjadi secara terus menerus hingga tidak ada kepuasan akhir. Hal inilah yang membuat Scopenhauer melihat secara pesimis hakikat kehidupan sebagai sebuah penderitaan yang tak kunjung henti.
***
Apa yang menjadi titik perhatian Scopenhauer telah pun dijelaskan oleh para ulama tasawuf. Misalnya oleh Imam Ghazali dalam Kimiya Sa'adah tentang hakikat manusia yang dengan mengenal dirinya, mengenal Tuhannya dan berjalan menuju Tuhannya, manusia mendapatkan kebahagiaan.
Kehendak yang dipahami oleh Schopenhauer adalah hakikat dari nafsu manusia yang padanya ada hawa; keinginan hewani dan nafsi yang merupakan potensi keinginan rendah (duniawi/materi). Sementara ada potensi ruh yang seringkali tidak tergali. Ruh menyenangi keindahan ruhani, syair pujian ketuhanan, musik-musik yang mengiringi madah pujian Ilahi, ilmu, kata-kata hikmah dan kebijaksanaan dan juga senang dan takjub atas keindahan dan makna terdalam dari firman Ilahi.
Dan tidak ada jalan untuk menggali potensi ruhani manusia selain melalui jalan spiritualitas yang memiliki qawaid (kadiah2) dan nidzham (sistem/keteraturan) logis tersendiri yang dalam keilmuan Islam dikenali dengan ilmu tasawuf. Tanpa ilmu tasawuf, manusia tak akan mengenal dirinya dan tanpa mengenal diri dia tak dapat mengenal Tuhan yang memberikannya kebahagiaan sejati.
Kebahagiaan dalam sejarah peradaban Barat telah mulai dikenali sejak jaman Plato era Yunani Kuno dan dianggap tidak wujud di era posmodernisme hanya karena ketiadaan sebuah sistem keilmuan yang memang mampu menghantarkan pada pemahaman mengenai realitas hakikat diri manusia dan hakikat hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta yang ada pada ilmu tasawuf. Salam.
Ditulis oleh Jabal Ali Husin Sab
Posting Komentar untuk "Kehendak Schopenhauer dan Kebahagiaan"