Pendidikan Damai, Bentuk, dan Perkembangannya
Penukilan - Pendidikan damai sudah berkembang sejak lama. Di Eropa pendidikan damai berkembang pasca Perang Dunia I yang menjadi salah satu pelopornya yaitu Maria Montessouri. Pendidikan damai awalnya diorientasikan untuk memberikan pemahaman kepada para siswa maupun orang tua bahwa perang itu bukan solusi yang baik.
Fase-fase Pendidikan Damai
Betty A. Reardon memetakan pendidikan damai pada tahun 1980-an menjadi pendidikan damai untuk negative peace dan pendidikan damai untuk positive peace. Reardon memetakan fase-fase pendidikan damai, yaitu 1) fase pendekatan reformasi, 2) fase rekonstruksi, dan 3) fase transformasi. Fase reformasi dimulai semenjak akhir perang dunia II. Tujuan pendekatan reformasi adalah mencegah terjadinya perang dengan mengontrol perlombaan senjata dengan mengubah perilaku orang untuk lebih membuka alternatif bagi solusi nonkekerasan.
Fase rekonstruksi terjadi mulai tahun 1960-an. Tujuan pendekatan rekonstruksi tidak lagi kepada perilaku, melainkan kepada sistem internasional. Arah pendekatan itu adalah perubahan institusional untuk memapankan institusi inter nasional guna penyelesaian konflik.
Sementara itu, fase transformasi menjadi landasan yang lebih luas dalam penciptaan perdamaian, tidak hanya menolak kekerasan, tetapi juga membuat kekerasan sebagai tindakan yang tidak bisa diterima, baik dalam level individu, sosial, maupun kebijakan negara. Fase transformasi berkembang sejalan dengan perkembangan gagasan positive peace. Perubahan yang dikehendaki pendekatan trans formatif tidak hanya dalam tataran perilaku dan insitusi, melainkan juga dalam tataran pemikiran dan pembentukan nilai.
Pada perkembangannya pendidikan damai menjadi bidang yang interdisipliner atau bahkan transdisipliner. Pendidikan damai menjadi kajian interdisipliner karena di dalamnya merangkum berbagai ilmu lain yang saling bersinergi. Pendidikan damai mengandung ilmu pendidikan, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu resolusi konflik, dan ilmu agama. Pendidikan damai menjadi kajian transdisipliner karena sebagai kajian praktis, ia melibatkan berbagai keahlian untuk menyelesaikan satu masalah dan membuat rumusan untuk perbaikan.
Bentuk-Bentuk Pendidikan Damai
Sara Clark-Habibie, seorang aktivis International, mencatat tiga bentuk pendidikan damai yang umum ia temui, yaitu pelatihan resolusi konflik, pen didikan demokrasi, dan pelatihan hak asasi manusia.
Sementara itu, Betty Reardon, dari Amerika Serikat, memetakan ragam pendidikan damai dengan menggunakan dua kategori perdamaian yang dikemukakan oleh Johan Galtung, yaitu negative-peace dan positive-peace.
Pendidikan damai dalam kerangka negative peace mencakup 1) pendidikan untuk mengatasi konflik atau kekerasan ideologi; 2) pendidikan untuk mengatasi konflik bersenjata; 3) pendidikan untuk meningkatkan saling memahami; dan 4) pendidikan untuk mengatasi kurangnya mekanisme resolusi konflik. Sementara itu, pendidikan damai dalam konteks positive peace bisa mengambil bentuk: pendidikan lingkungan, pendidikan pembangunan, dan pendidikan hak asasi manusia. Jadi, spektrum pendidikan damai menjadi semakin kaya dengan berbagai tujuan dan pendekatan ber beda dalam mengatasi konflik.
Contoh dari Bentuk Pendidikan Damai
1. Pendidikan Resolusi Konflik
Pendidikan resolusi konflik, sebagai mata pelajaran mengandung tiga kompetensi dasar, yaitu: pemahaman konflik, analisis konflik, dan bentuk-bentuk resolusi konflik. Ketiganya menjadi satu mata rantai antara pema haman (konsep), kemampuan memetakan masalah, dan keterampilan menggunakan berbagai sarana penyelesaian konflik.2. Mediasi Teman Sebaya (Peer-Mediation)
Peer-mediation atau mediasi teman sebaya adalah program pendidikan damai yang diperkenalkan ke sekolah-sekolah dengan mekanisme utama mediasi. Mediasi adalah mekanisme penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang bertindak secara fair dan tidak memihak untuk memfasilitasi komunikasi dan penyelesaian masalah. Materi pendidikan peer-mediation di sekolah meliputi aspek konseptual, aspek nilai, dan keterampilan. Mediasi teman sebaya berkembang utamanya di negara-negara Australia, Selandia Baru, dan Negara-Negara Eropa sejak tahun 1980-an.
3. Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM)
Pendidikan hak asasi manusia adalah bentuk pen didikan damai yang menekankan kepada kesadaran warga negara terhadap hak dan posisi negara sebagai penjaga hak masyarakat. Pendidikan HAM lahir dari kenyataan bahwa pendidikan menjadi wahana paling efektif untuk menanamkan kesadaran mengenai hak sebagai warga negara sekaligus kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Asumsi dasar pendidikan hak asasi manusia adalah bahwa kesadaran mengenai HAM di kalangan individu dan warga masyarakat akan mendukung kemampuan mereka untuk memelihara hak mereka sendiri dan menghormati hak asasi sesama warga negara. Kesadaran itu akan membantu tumbuhnya kekuatan sosial dan mendukung kepada penguatan institusi negara.
Menurut Holland dan Martin, pendidikan HAM dilakukan untuk mengembangkan tiga gagasan pedagogis utama. Tiga gagasan tersebut adalah relevansi lokal, pembelajaran berorientasi tindakan, dan dampak transformatif. Relevansi lokal menyangkut promosi diskursus terbuka dan bebas sehingga hak asasi manusia bisa masuk ke alam pikiran peserta didik dan ke dalam budaya lokal.
Orientasi tindakan dalam pembelajaran menekankan bahwa proses pembelajaran dimaksudkan untuk menyediakan ruang bagi semua individu agar merayakan tindakan yang sejalan dengan nilai HAM dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, dampak transformatif dimaksudkan untuk mengubah para pendidik agar mampu membantu masyarakat menegakkan kondisi yang menawarkan kebebasan, penghormatan, dan sikap nirkekerasan.
4. Pendidikan Kultural
Keanekaragaman kelompok kultural di sebuah negara bisa dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu 1) negara dengan kelompok kultural yang dominan adalah kalangan pendatang, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia dan 2) negara dengan kelompok kultural yang dominan berasal dari penduduk setempat.Keanekaragaman latar penduduk melahirkan empat model kebijakan multietnis atau multikultur, yaitu: model asimilasi, model integrasi individu, model multi kulturalisme, dan model kosmopolitanisme. Model pertama berupaya mengelola perbedaan dengan men dorong minoritas menyesuaikan diri terhadap budaya dominan.
Model kedua mirip dengan model pertama, namun menekankan pada poses individual untuk berintegrasi kepada sistem sosial yang mapan. Model multi kulturalisme menekankan pada konsep kesetaraan dengan melihat keunikan budaya masing-masing kelompok. Terakhir, model kosmopolitanisme menerima per bedaaan seraya meniadakan konsep kelompok.
Pendidikan multikultural menghargai keaneka ragaman pluralisme budaya dan menolak penyeragaman budaya. Sekolah menjadi tempat merayakan keanekaragaman tersebut. Melalui pendidikan multi kultural, perbedaan budaya diakui dan kesetaraan budaya itu dipandang serta memiliki makna penting. Pendidikan multikultur menjadi bagian pendidikan damai karena menyediakan mode untuk berinteraksi secara damai dan mapan antarkelompok kultural yang berbeda.
Referensi:
Atmanto, Nugroho Eko & Haryanto, Joko Tri. (2020). Menyemai Damai Melalui Pendidikan Agama. Yogyakarta: Diva Press
Posting Komentar untuk "Pendidikan Damai, Bentuk, dan Perkembangannya"