Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membela Islam Bermodal Nekat; Hanya akan Merusak Islam

 

Membela Islam Bermodal Nekat; Hanya akan Merusak Islam

Oleh Fauzan Inzaghi

Ada satu kelemahan yang sering kali sulit ditambal saat seorang islamis mencoba membela agamanya, di bidang ilmu apapun, baik al-quran, al-hadis, fiqh/syariat dan tasawuf bahkan aqidah, yaitu kelemahan dalam penguasaan turats yang menjadi harta karun atau khazanah keilmuan islam. Pintu dari harta karun itu adalah kitab-kitab madrasy, baik alat seperti jurumiyah, matan bina, baiquniyah dst, atau ghayat seperti fathul muin, bidayah hidayah, dst.

Tanpa memegang kunci itu, sulit sekali "membela" islam secara ilmiyah di zaman ini, karena akan meninggalkan celah-celah epistimologis dan ontologis ketika berbicara ilmu apapun dalam islam. Di mana seringkali ketika berbicara dan membela di suatu permasalahan, maka dia bisa jatuh dan membuka celah di tempat lain. Fenomena ini disebabkan kurangnya pandangan menyeluruh tentang islam. Jadi pembelaan yang dilakukan cenderung memakai dalil jadaly, atau bahkan pake perasaan. Dan itu walau bisa membuat orang awam bertepuk tangan dan mengatakan "masuk akal juga", tapi lemah secara metodelogi ilmiyah.

Sebagai contoh ketika membela poligami dengan mengatakan "dari pada selingkuh?", atau ketika ingin berbicara penegakan hukum syariat tapi cuma fokus utama pada "hudud", atau ketika ingin berbicara "toleransi" dalam islam jatuh pada plurarisme beragama, atau ketika berbicara ekonomi islam jatuh menyempitkan pada pembahasan "pembasmian bank ribawiyah", atau ketika membela sistem politik islam jatuh pada pengkafiran lawan politik yang muslim.

Begitu juga ketika berbicara tentang indahnya tasawuf maka sering terjatuh pada hulul dan ittihad, atau ketika berbicara persatuan malah jatuh dalam pembenaran akidah tajsim, atau ketika membela ahlul bait jatuh dalam merendahkan sahabat, ketika berbicara sains dalam al-quran jatuh dalam cocoklogi yang membuat al-quran menjadi rendah, dst. Apa kesamaan itu semua? Gak ada rukyah ilmiyah syumuliyah atau pandangan umum yang ilmiyah pada islam dan keilmuan islam!

Dengan tidak adanya itu, bukannya membela, malah kadang membuat islam tampak compang-camping, walau kadang niatnya baik. Jadi apa yang harus dilakukan? Haruskah diam saja melihat syubhat dan kesalahpahaman tersebar? Tentu tidak, kata siapa harus diam? Bergeraklah di bidang masing-masing. Bagian ilmiyah, ya, serahkan pada yang punya ilmu. Kita cukup jalani arahan orang berilmu dalam menjalankan bidang kita masing-masing dengan itqan (sebaik-baiknya).

Nah, wilayah praktis kita itqan-kan, di sana ulama akan mengarahkan kita mana wilayah syariat murni, di sana biar ulama mutakhasis yang mengarahkan karena mereka ahlinya. Dan di mana wilayah yang dibolehkan improve, disini ulama hanya memantau untuk memberi tahu batasannya secara syariat jika diperlukan. Selebihnya, kita bebas berkreasi sesuai ilmu masing-masing, kadang-kadang ulama malah gak boleh ikutan, karena bukan bidangnya. Jadi murni menghormati ilmu dan spesialisasi masing-masing, bukan monopoli, karena islam sangat mengecam berbicara tanpa ilmu.

Jadi, kalau gak jadi ulama gak boleh membela islam secara ilmiyah? Bukan gak boleh, tapi memang tidak bisa dikatakan membela, karena memang tidak ilmiyah. Ibarat seorang yang terjun ke medan perang tanpa senjata dan tanpa persiapan diri, hanya akan mencelakakan diri sendiri, dan bahkan mencelakakan orang sekitar. Jadi jika memang ingin ikutan maka persiapkan diri dan pelajari islam lebih dalam, minimal tau apa yang mau dibela, jangan sampai kita membela sesuatu yang kita sendiri ga paham isinya, apa yang mau dibela? Kita sendiri gak paham, dan itu sangat bahaya karena orang akan mengira pemahaman kita yang salah itu adalah ajaran islam, ini malah merusak.

Jika memang ga sempat mendalami lebih jauh islam secara ilmiyah, maka gak ada kewajiban membelanya secara ilmiyah, ada wilayah lain yang bisa kita bela, baik dengan menguasai bidang kita secara baik, lalu dijadikan rujukan oleh ulama saat membutuhkan kita. Menjadi murni muqalid dan cuma jadi "saksi ahli" di bidang kita saat ulama butuh pendapat kita yang berhubungan dengan spesialisasi kita, itu kalau gak sempat belajar sama sekali. Tetapi, kalau mau belajar, minimal level awal atau menengah, sampai kita tau rukyah syumuliyah dari ajaran islam, itu kadang cukup memberi masukan ilmiyah yang berkaitan dengan bidang kita. Karena kita sedikit tau tentang metodelogi ilmiyah ulama dalam melihat suatu permasalahan, dan kadang kita juga bisa membela secara ilmiyah untuk level tertentu dengan tetap di bawah pantauan atau irsyadat ulama. Nah, ini bagi yang mau belajar untuk level tertentu, jadi gak masalah menulis secara ilmiyah selama dalam jangkauan bimbingan para para ulama mutakhasis.

Atau, kalau mau jika jadi muqalid boleh juga membela islam wilayah praktis. Di mana kita bisa bergerak secara praktis, baik bidang kita atau bidang lain, tentu pada wilayah kebaikan biasa yang bisa dipahami oleh awam dari ajaran islam secara umum, seperti membangun sekolah di tempat terpencil, pengobatan gratis, relawan bencana, nikah massal, sunat masal, bedah rumah, dll sesuai ide masing-masing, yang dianggap sesuai dengan ajaran islam. Namun, itu juga dengan berawal dari arahan para ulama, baik melalui fatwa atau irsyad agar sesuai trek, sehingga kita tau gerakan kita masih sesuai dengan ajaran islam untuk terus dilanjutkan atau sudah melenceng sehingga kita bisa memperbaikinya.

Atau, jika ulama butuh bantuan dalam amar makruf nahi munkar kita menyiapkan diri membantunya, baik di level pribadi misalnya dengan memperbaiki diri sendiri, atau keluarga seperti menjaga lingkungan agama dalam keluarga. Karena ulama akan sulit memantau semua umatnya, apalagi dalam keluarga. Maka kita sebagai muridin wajib membantunya dengan menanam nilai keislaman sedini mungkin dalam keluarga, atau lingkungan masyarakat atau bahkan di level politik jika dibutuhkan. Kita harus siap untuk itu, karena saat ikut itu, kita beneran sedang mempraktekan amar makruf nahi munkar yang sesuai tuntunan islam alias membela islam sesuai dengan syariat islam, walau ilmu gak dalam, tapi kita sudah ikut arahan spesialis. Bukan asal membela. Gak mesti semua harus jadi fighter, tapi kita bisa membela islam dari posisi yang sesuai dengan kemampuan kita.

Penukilan: Serambi Salaf

Posting Komentar untuk "Membela Islam Bermodal Nekat; Hanya akan Merusak Islam"